Skip to main content

Dalam Penerjemahan, Bentuk Yang Lebih Dikenal > Bentuk Baku (Terkadang)


Kalau berbicara mengenai penerjemahan, ada suatu insting dalam penulis untuk selalu menggunakan bentuk kalimat atau pengejaan yang benar atau baku, terutama bagi lulusan bahasa.

Salah satu alasannya adalah karena memang ini merupakan suatu hal yang tepat dalam beberapa kasus. Kita selalu berdialog mengenai pengejaan yang baik atau tidak baik karena kita semua menyetujui bahwa tanpa persetujuan mengenai bentuk yang “benar”, orang-orang dapat berkata semaunya dan kita tidak akan dapat berkomunikasi dengan satu sama lain.

Alasan lain di balik insting tersebut adalah karena penerjemah suka memamerkan kemampuannya. Setidaknya, itu yang menjadi kebiasaan saya. Ada rasa kebahagiaan yang saya dapatkan saat saya menggunakan kata-kata yang tidak diketahui banyak orang atau yang penulisannya tidak diketahui orang-orang.

Meskipun begitu, satu pelajaran penting yang saya petik selama latihan saya sebagai penerjemah adalah, saat memilih antara satu pengejaan atau kata yang orang-orang tahu dan satu kata yang lebih “akurat”, kita lebih baik memilih kata-kata yang lebih dikenali orang-orang.

Sebagai contoh, saya masih mengingat bagaimana seorang editor di perusahaan penerjemahan yang merupakan tempat saya dulu bekerja mengoreksi penerjemahan “computer mouse” saya. Merasa diri pintar, saya pun memilih untuk menerjemahkan kata tersebut menjadi “tetikus” yang merupakan padanan asli yang terdapat di KBBI. Waktu itu juga, saya sedang menerjemahkan teks hukum, maka saya terdorong untuk selalu menggunakan padanan formal.

Namun, editor saya memilih untuk tidak menerjemahkan “mouse” dan memiringkan kata tersebut. Saat saya bertanya mengapa, dia menjelaskan bahwa “mouse” merupakan sesuatu yang kebanyakan orang Indonesia tahu, sedangkan “tetikus” tidak.

Pada akhirnya, penerjemahan itu tidak hanya ekspresi diri si penerjemah. Penerjemahan merupakan produk yang dibuat untuk konsumer supaya mereka dapat memahami isi suatu teks yang tadinya tidak dapat mereka pahami karena perbedaan bahasa. Maka dari itu, penerjemahan harus membantu pemahaman pembaca.

Namun, pengejaan akurat dan diksi memang ada waktu dan tempatnya, terutama apabila pengejaan dan diksi tersebut sudah dikenali kebanyakan orang, tetapi pada akhirnya, dalam penerjemahan, ada dua pertanyaan yang harus diprioritaskan oleh penerjemah.

Apakah pembaca dapat mengerti teks ini?

Dan

Apakah ini sesuatu yang ditulis oleh penutur jati?

Selama kedua pertanyaan tersebut diprioritaskan, saya percaya kita dapat menghasilkan penerjemahan yang baik.

Comments

Popular posts from this blog

Apakah Gelar Sarjana Sastra Inggris Dibutuhkan Untuk Menjadi Penerjemah?

  Bagi orang-orang yang ingin menjadi penerjemah, pertanyaan yang mungkin muncul dalam pikiran mereka adalah apakah gelar sarjana sastra Inggris (atau bahasa asing lain) dibutuhkan untuk membangun karier di bidang ini.  Ini merupakan pertanyaan yang bagus. Menjadi penerjemah membutuhkan penguasaan atas dua bahasa, maka dari itu dapat dipahami apabila orang-orang bertanya apakah mereka membutuhkan gelar yang setidaknya menunjukkan kemampuan mereka dalam berbahasa. Oleh karena itu, apakah memasuki jurusan sastra Inggris diperlukan untuk menjadi penerjemah? Singkat cerita tidak. Namun, memang gelar ini dapat membantu dalam beberapa kasus. Saya memang telah menemukan beberapa lowongan penerjemah yang secara khusus menyebutkan bahwa posisi itu harus diisi oleh lulusan sastra Inggris (contohnya jika ingin melamar menjadi ahli penerjemah muda di instansi pemerintah), tetapi ini tidak wajib dimiliki. Nilai dari jurusan sastra Inggris adalah pendidikan dan jaringan sosial yang di...